Sobat, apa kabar hari ini? … baik atau buruk, bahagia atau sedih, tersenyum atau lagi cemberut… apapun kabar anda, saya berharap anda mendapatkan yang terbaik, yang baik semoga tambah baik lagi kedepannya, yang lagi mendapatkan keburukan, semoga cepat terselesaikan dan segera menjadi baik..
Oy, sobat, apakah anda tahu perbedaan antara mengetahui dan menjiwai?
“Mengetahui”
Bagi saya, mengetahui adalah hanya sekedar memahami sesuatu hal, tetapi tidak mengamalkannya dalam kehidupan nyata
“Menjiwai”
Menjiwai adalah memahami sesuatu hal, dan juga mengamalkannya dalam kehidupan nyata, kapanpun dan dimanapun
Sobat, sebelum anda protes, saya verifikasi terlebih dahulu, bahwa semua definisi diatas adalah versi saya sendiri. Jadi jika sobat menemukan keganjialan, mohon dimaklumi, karena pengetahuan saya terbatas, dan saya pribadi akan senang hati bila anda memberikan definisi yang lebih tepat lagi.
Tentu sobat pernah mendengar kabar atau berita atau gosip baik dari surat kabar, televisi atau media lainnya, tentang seorang manusia yang melakukan perbuatan tercela yang tidak baik hanya gara-gara hal sepele…
Contoh kasusnya begini:
Gara-gara uang seribu, rebutan uang parkir, antara dua tukang parkir berkelahi hingga berakhir dengan pembunuhan.
Mari kita gali lebih dalam lagi…
Tukang parkir itu “mengetahui” bahwa membunuh itu perbuatan yang sangat tercela, perbuatan yang salah. Ya tukang parkir itu “tahu”, tapi kenapa dia tetap melakukan pembunuhan tersebut?
Sobat, “mengetahui” biasanya bersifat sementara dan dia hanya menempel di otak saja. Padahal memori di otak sangat mudah untuk menjadi bias dan tersamarkan karena dikalahkan oleh emosi, ego.
Sobat, saya yakin sekali, tukang parkir itu tidak “mengetahui” sewaktu dia membunuh temannya tersebut. Logika “sehat” orang itu sudah tertelan oleh emosi, insting “hewani” muncul dan insting “manusiawi” sirna tertelan entah kemana
Sobat, biasanya, manusia sadar ketika emosinya sudah mereda. Otak “sadar” akan mulai bekerja normal di saat tubuh kita tenang dan nyaman
Tukang parkir tersebut baru akan merasa menyesal atas perbuatannya, setelah emosinya mereda dan pikirannya mulai tenang
“oooh…kenapa ya? Saya bisa tega membunuh teman sendiri…ooohh, betapa tololnya diriku. Sudah jelas-jelas saya “tahu” membunuh itu perbutan yang sangat hina, tapi kenapa? Kenapa? ….”
Sobat, tukang parkir itu belum menyadari bahwa sebetulnya dia tidak “tahu” di saat dia melakukan pembunuhan tersebut. Itulah sobat, kelemahan dari “mengetahui”
Tentu sobat-sobat semuanya dan saya pribadi sekalipun pernah melakukan hal bodoh, dan baru menyesal setelah melakukannya
Saat itu ego kita sedang dipuncak-puncaknya, hingga mengalahkan otak sehat kita, akhirnya berujung dengan perbuatan bodoh. Yang akhirnya kita menyesal dan bertanya dalam hati kita sendiri: “kok bisa ya, saya melakukan hal bodoh seperti itu?”
Di dunia ini banyak orang “mengetahui” banyak hal tentang sesuatu hal, tetapi bukan suatu jaminan bahwa mereka bisa mengamalkannya semua yang mereka “ketahui”.
Hanya sekedar “mengetahui” belumlah cukup. Mengetahui hanya melekat di otak kita, padahal sobat sudah tahu sendiri, otak mudah terpengaruh oleh emosi, otak mudah terbiaskan oleh ego, keinginan, dan emosi yang memuncak.
Sobat, saya pribadi dan anda semuanya masih membutuhkan satu faktor lagi agar apa yang anda “ketahui” bisa menjadi “pemandu” dimanapun dan kapanpun anda berada. Satu faktor itu namanya: “souling” atau “menjiwai”. [Btw tepat tidak ya saya mengatakan “souling”?...maaf ya kalo saya salah he.he..]
“terus…terus.. bagaimana agar apa yang saya “tahu” bisa berubah menjadi “menjiwai”???”
“well, itu pertanyaan yang bagus, sobat. Saya sendiri masih belajar, sobat…tapi baiklah akan saya coba jawab sejauh yang saya tahu”
Kalau diibaratkan dalam ilmu exact atau ilmu pasti: orang yang “tahu” hanya mengetahi hasilnya, sedangkan orang yang “menjiwai” selain bisa mengetahi hasilnya, dia juga tahu rumusnya, darimana hasil itu bisa keluar, faktor-faktor apa saja yang diperlukan untuk mendapatkan hasil tersebut
Dalam kehidupan umum, “menjiwai” adalah “mengetahui” + mengetahui “hakikat pengetahuan itu berasal”
“Mencuri itu perbuatan tercela”
Ya semua orang tahu perbuatan mencuri itu tercela
Untuk bisa menjiwainya, kita perlu tahu asalnya kenapa “mencuri itu perbuatan tercela”. Apa dampak-dampaknya mencuri, apa keburukan-keburukan yang ditimbulkan dari mencuri, dan faktor-faktor lainnya.
Sobat, bagi saya kunci untuk menjiwai adalah “hakikat”. Kita harus mengetahui darimana semua “ilmu” itu berasal, darimana “hukum” itu berasal dan kenapa “hukum” itu muncul
Orang yang “menjiwai” adalah orang yang mengetahui rumusnya
Sedangkan “mengetahui” itu hanya tahu hasilnya, sedangkan rumusnya dari mana berasal, mereka tidak tahu.
Sobat, semoga opini pribadiku bisa memberi inspirasi atau membawa warna positip dalam hidup anda… terima kasih, sobat.
1 comments:
15 Oktober 2018 pukul 23.46
terimakaaih banyak saya senang bisa mnemukan saran dari akang abang atw siapa lah.. ini sangat brmanpaat bagi saya ������
Posting Komentar